Malam ini tarawih kedua di bulan Ramadhan tahun ini. Berarti ya hari ini tadi perdana puasa. Kebetulan aku bukan seorang Muhammadiyah. Kalau iya, malam ini sudah tarawih ketiga. Postingan kedua ini aku ingin coba bercerita singkat saja tentang khotbah malam yang biasanya diberikan tepat sebelum shalat tarawih dilaksanakan. 

Ya bagi yang memiliki kepercayaan selain Islam dan bagi muslim(ah) tapi tidak pernah tarawih di masjid, aku ingin share sedikit bahwa khotbah pra-tarawih cukup berpotensi membuat ngantuk jikalau disampaikan terlalu lama. Pemicu awal rasa kantuk sebenarnya adalah kalap makan ketika buka puasa... huhu. Untungnya masjid di mana aku biasa mengikuti tarawih (Masjid Pogung Raya atau biasa disingkat MPR) sering kali menghadirkan penceramah yang tidak lama berkhotbahnya. Eits, tapi ada satu hal lagi. Kalaupun khotbah tarawihnya ga lama, bisa juga aku jadi sibuk nguap-nguap sendiri. Tebak coba kenapa bisa begitu? Jawabannya, biasanya esensi khotbahnya cukup membosankan dan cara penyampaiannya kurang membangkitkan semangat calon penyalat tarawih (orang yang melakukan shalat!) untuk mencermati khotbahnya. 

Kemarin malam aku tidak sibuk nguap-nguap selama khotbah disampaikan. Malah aku pingin khotbahnya dilama-lamain. Sayangnya nggak bisa. LOL. Pengkhotbah malam itu pintar sekali "bermain" dengan "penonton". Nggak sedikit dari kami malam itu tertawa walau tidak sampai terpingkal-pingkal. Well nggak lucu dong kalau di ruang ibadah tertawanya sama seperti tertawa di hadapan komikan stand-up. Hehe. Malam kemarin itu topik yang dibawakan dalam khotbah sangat masa kini. Dengan kata lain bahasannya memiliki relasi yang kuat lah dengan kenyataan dalam hidup. Yang menjadi hal paling menarik malam itu adalah penyampaian materi khotbah dilakukan dengan sentuhan lelucon, tapi esensinya tetap serius dan berbasis referensi kuat. Salah satu contoh yang aku ingat yaitu "Penduduk daerah Sleman memiliki life span mencapai 78 tahun bagi pria dan 79 tahun bagi wanita. Jadi ibu-ibu sekalian, siap-siap ditinggal bapaknya setahun ya...". Kami pun sedikit tergelikan walaupun agak miris juga membayangkan sesepuh-sesepuh yang kebetulan hadir pada malam itu. Masih ada beberapa sentilan lelucon lain tapi aku agak lupa. Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya serius tapi karena disampaikan dengan pintar melalui sentilan-sentilan lelucon seperti contoh tadi, jadinya lebih mudah menyerap di ingatan tanpa menghilangkan pentingnya isi pesan.

Sayangnya malam ini tidak sama dengan malam kemarin. Kembali ke laptop... eh salah, maksudku kembali ke khotbah yang standar penyampaiannya. Tidak ada sentilan lelucon yang mendukung lenyapnya rasa kantukku malam ini. Untungnya aku berhasil sampai akhir witir dan pulang ke rumah. Tapi... hmm... khotbah tadi ngebicarain apa sih? Lupa... 

Ya sudah lah~ Mari tidur saja dan bersiap untuk bangun sahur besok. 
Selamat berpuasa dan menyambut bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini lebih membawa berkah daripada sebelum-sebelumnya. Amin.